Tara's Birthday

babies Lilypie1st Birthday Ticker

Thursday, February 08, 2007

Till Death Do Us Part

"I take thee to be my lawful wedded wife, to have and to hold from this day forward, for better for worse, for richer for poorer, in sickness and in health, to love, honour, and cherish, 'til death do us part"

Kayanya ketika mengawali sebuah pernikahan, semua orang maunya bisa terus sama-sama bahagia dalam segala kondisi sampai jadi kakek nenek. Tapi what happend if the 'til death do us part' itu comes before you get to be an old happy couple holding hands waiting for your day to come? What happend if it comes waay before you expect it?

Kemaren itu, lagi gak banyak kerjaan di kantor, akhirnya gue pun blogwalking... Sampe akhirnya nyangkut di blog seseorang yang nyeritain berita tentang a woman who had made herself quite the talk in the Internet. Ibu ini sekarang sudah almarhum, beliau meninggal dunia di usia yang masih relatif muda sekitar bulan September tahun lalu dan ninggalin 2 anak yang masih kecil-kecil. Bukan berita tentang meninggalnya beliau yang bikin surprise, karena udah tahu ceritanya, tapi berita bahwa suaminya sudah menikah lagi awal Februari ini. Just 5 months after she passed away... Baca commentsnya orang2 sih rata2 mendukung, mengucapkan selamat dan bilang it's for the best especially for the children. Gue sih nggak kenal dan nggak tahu siapa istri barunya, tapi I guess dia adalah perempuan yang baik karena banyak yang mensupport pernikahan itu.

Sekitar akhir bulan lalu juga, seorang temen aa ada yang menikah, menurut cerita, istrinya yang pertama meninggal dunia dan anaknya masih kecil. Jadilah temennya aa itu menikah lagi.
Okay... I know I sound extremely selfish here, tapi kok gue mikirnya justru, "how could these men marry another woman just months after their wives died?? wouldn't it be like betraying their wives?"
Banyak yang bilang pernikahan itu mengutamakan kepentingan anak-anak yang masih kecil. Tapi apa iya cuma itu yang jadi landasan? Laki-laki nggak akan menikah lagi cuma gara-gara butuh pengasuh untuk anaknya kan? Lagipula semua kegiatan yang dilakukan sebelum dan saat menikah kaya cari cincin, cari seserahan, siraman, resepsi, honeymoon dll sepertinya dilakoni dengan bahagia. Again, I will sound extremely selfish, tapi kok kayanya gimana gitu.. finding happiness again so soon after the person you think is your betterhalf left you for good?

Mungkin gue masih belom bisa memaknai the real meaning of love kali ya? Karena ada yang pernah bilang ke gue, elo bener2 cinta sama orang itu kalo his happiness means more than yours, if you would let him go so that he'll find happiness even if it means with someone else. Haduuh.. berat banget ya kalo gitu, I have to admit that I'm a selfish b*tch when it comes to love. Gue maunya, I give you my share of love and you give me mine. I want an equal share of love.

Anyways, seorang temen gue juga kehilangan pasangannya. Suaminya meninggal dunia ketika anaknya masih 1 tahun, tapi so far gak ada tuh orang2 yang menyarankan ke dia untuk cepet-cepet nikah lagi dengan alasan anaknya masih kecil. She wants to keep the memory of her husband, dan dia ngerasa she'll never love someone that much again. And she'll do her very best to give her son the love he deserves from both parents. Is she wrong for trying to do it by her self?

So... Is it about gender bias? Is it about culture? Apa karena masyarakat kita lebih bisa nerima laki-laki yang kawin lagi makanya lebih tolerable terhadap pria-pria yang udah menikah lagi meski istrinya baru aja meninggal? Apa karena laki-laki itu mahluk yang lebih practical daripada perempuan yang hang on to sentiments? Egois ya kalo nggak ingin suami dan anak2 lo nemuin pengganti lo sebagai istri dan ibu?