Tara's Birthday

babies Lilypie1st Birthday Ticker

Wednesday, September 20, 2006

NEPOTISME KULTURAL

Di bawah ini adalah kiriman kak Kartono Mohamad di milis Binabud, isinya bagus sekali... Btw ada link berita dari Newsweek tentang Paus Benedict XVI, silahkan di baca di
sini
.

--------------------------------------------------------------------------------

Kartono Mohamad



Nepotisme kultural bukanlah budaya nepotisme. Istilah nepotisme kultural saya kutip dari tulisan John Launer, redaktur majalah Quality Journal of Medicine dalam editorial majalah tersebut edisi tahun 2004. Ia mengkritik kalangan kedokteran Eropa yang tidak mau mengakui rintisan yang dilakukan oleh pakar kedokteran Islam dalam perkembangan ilmu kedokteran
modern. Ia mengambil contoh bahwa kedokteran Eropa hanya mengenal William Harvey sebagai penemu sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Padahal tiga abad sebelum Harvey, Ibn al-Nafis, seorang dokter muslim dari Syria sudah menuliskan tentang sirkulasi darah antara jantung dan paru-paru.

Tulisan al-Nafis itu kemudian diajarkan di Eropa oleh Michael Servetus di abad keenambelas. Servetus sendiri kemudian divonis hukuman mati oleh Gereja karena dianggap mengajarkan ilmu yang menyimpng dari ajaran agama (heresy) dan melakukan penghujatan terhadap agama. Nasibnya lebih buruk dari Galileo karena di tahun 1553 Servetus disalib dan dibakar hidup-hidup. William Harvey memepajari tulisan-tulisan al-Nafis melalui Servetus dan kemudian Harvey berhasil mengungkapkan sistem aliran darah antara jantung, paru-paru
dan tubuh secara utuh.

John Launer menuduh bahwa kalangan ilmuwan Eropa di abad pertengahan menjadi congkak dan merasa bahwa Eropalah pemula peradaban dunia tanpa mau mengakui atau bahkan mempelajari sejarah perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan di jaman kejayaan kerajaan Islam menguasai Eropa di barat sampai ke India di timur. John Launer mengatakan bahwa selama ribuan tahun, sejak kemenangan Khalifah Umar di abad ketujuh sampai keruntuhan kerajaan Ottoman di abad ketujuh belas, peradaban masyarakat dari tepi lautan Atlantik sampai ke ujung samudera Hindia praktis didominasi oleh peradaban Islam.

Kecongkakan itulah yang ia anggap sebagai nepotisme
kultural. Eropa menganggap kerajaan Romawilah tolok ukur awal peradaban modern. Tanpa mau menyadari bahwa ketika Eropa masih berada dalam jaman kegelapan (Dark Ages) dan abad pertengahan, peradaban Islam sudah berjaya selama empat ratus tahun.

Bahkan ketika penguasa-penguasa Eropa masih terbenam dalam pola pikir yang superstitious barbarism, pimpinan Islam di Spanyol sudah menunjukkan sikap yang toleran terhadap agama lain. Sebelum kedatangan Islam di Spanyol, orang Yahudi sangat ditekan, tidak boleh membuka sekolah Yahudi, dan selalu dijadikan kambing hitam kalau terjadi bencana. Ketika kerajaan
Islam berkuasa di Spanyol, terdapat tolerasni yang sangat tinggi dan terjadi sinergi lintas budaya. Dari toleransi itu lahir bukan saja ilmuwan Muslim tetapi juga ilmuwan Yahudi dan Keristen. Justru sikap yang sebaliknya ditunjukkan oleh raja Phillips yang merebut kembali Spanyol dari orang Islam dan melakukan inquisition yang dengan kejam memaksa umat Islam Spanyol untuk memeluk agama Katolik. Pola yang juga dilakukan oleh Spanyol ketika merebut Filipina dari kekuasaan raja Ternate dan mengubah orang Filipina dari Islam ke Katolik dengan kekerasan.

John Launer mengutip pandangan sejarawan Bernard Lewis yang dapat memahami kepedihan, sakit hati, dan kecurigaan kalangan Muslim yang berkelanjutan sampai sekarang. Bahkan Bernard Lewis seperti dikutip John Launer mengatakan, There is pain at the Western capacity to denigrate the Islamic past or to deny it altogether, and at our capacity to see Western
acts of violence as aberrant or merely reactive, while we regard that of the Muslim world as pathognomonic or definitional. Kekerasan yang dilakukan oleh dunia Barat dianggap sebagai penyimpangan atau reaksi terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, sementara kekerasan yang dilakukan oleh kaum Muslim dianggap sebagai ciri wanti (pembawaan) atau memang bagian dari ajarannya.

Sampai kapan

Ungkapan Paus Benedictus yang men-single out Islam sebagai
contoh agama yang pernah menggunakan pedang untuk penyebarannya menunjukkan bahwa Paus pun masih dihinggapi oleh nepotisme kultural. Ia melupakan bahwa dalam sejarah, agama Keristen juga pernah melakukan hal yang sama, melalui Perang Tigapuluh Tahun di Eropa ketika negara-negara Eropa yang Katolik memerangi mereka yang mengikuti ajaran Protestan; melalui Inquisition yang antara lain ditujukan kepada umat Muslim dan Yahudi terutama setelah runtuhnya kerajaan Islam di Cordoba., dan sebagainya.

Tetapi buat apa mengungkit sejarah hitam penyebaran agama-agama Timur Tengah itu saat ini? Mengklaim bahwa agama saya lebih sejuk dan lebih damai dibanding agama orang lain bukan saja tidak membuat dunia ini lebih sejuk dan lebih damai tetapi justru menjadi lebih panas. Sejarah telah berkali-kali menunjukkan bahwa peperangan terjadi karena adanya nepotisme kultural (meminjam istilah John Launer) pada kedua belah pihakyang bertikai.
Baik di tingkat lokal, regional maupun dunia. Baik antara sesama bangsa, budaya, agama, maupun antara mereka yang berbeda budaya, bangsa dan agama.

Milton Bennet, pakar pembelajaran antar budaya (Intercultural Learning) menyimpulkan bahwa seseorang yang terpapar kepada budaya lain akan melewati enam tahapan sebelum ia dapat secara bijaksana melihat budaya orang lain dan hidup bersama mereka secara damai. Tahap itu adalah Penolakan, Mempertahankan Diri, Minimisasi Perbedaan, Menerima Perbedaan, Menyesuaikan Diri Dengan Perbedaan, dan Mengintegrasikan Perbedaan. Meskipun komunikasi antar budaya dan mobilitas manusia dalam bergaul dengan manusia lain sudah sangat tinggi, ternyata banyak di antara kita, terutama para elit pemimpin bangsa dan umat, yang baru memasuki tahap kedua. Tahap Mempertahankan Diri terhadap perbedaan. Yaitu melihat budaya lain sebagai ancaman. Kemudian membuat pernyataan-pernyataan yang men-stereotip-kan budaya lain secara negatif atau menganggap budayanya adalah yang paling superior.

Inilah nepotisme kultural yang selalu mendorong terjadinya kekerasan dan peperangan. Keinginan hidup berdampingan secara damai akan terus sebatas retorika, entah sampai kapan. Untuk mengurangi nepotisme kultural dan menurunkan ketegangan anta budaya, khususnya di bidang kedokteran, John Launer mengusulkan agar kalangan kedokteran Barat bersedia
memberikan penghormatan kepada Ibn al-Nafis yang setelah meninggal mewariskan rumah, tanah dan perpustakaan pribadinya untuk sebuah rumah sakit di Kairo. Barangkali juga di sisi lain umat Muslim bersedia memberikan penghormatan yang serupa kepada ilmuwan Keristen atau Yahudi yang telah ikut membawa nama baik Islam atau karya-karya yang bermanfaat bagi Islam. Sebagai contoh kecil, misalnya, MUI atau ICMI memberikan penghargaan kepada almarhum F. Silaban, arsitek masjid Istiqlal yang megah itu. Pertanyaan dasarnya
adalah benarkah kita sungguh-sungguh ingin damai?

Friday, September 15, 2006

15 weeks

Di sebelah itu tuh foto istri gue yang lagi hamil. Sekarang sedang memasuki minggu ke 15. Alhamdulillah. Sekarang semuanya berjalan dengan lancar mudah-mudahan sampai sembilan bulan nanti tetap lancar. Amin

Komen istri:
Biarpun di foto lagi senyum (teteup..), tapi sebenernya lagi rada2 frustasi dengan kegendutankuw huhuhu Moga2 yang gede kamu ya nak, bukan ibunya aja ;p

Wednesday, September 13, 2006

MEMOHON NAFKAH

Baru saja dapat email dari dompet dhuafa republika, artikelnya menurut gue bagus banget... silahkan disimak di bawah ini (mohon ijin kepada penulis untuk di post di blog ini... )

-------------------------------------------------------
Fadlan datang kepada seorang kyai di kampungnya. Ia
merasa bingung. Sudah banyak cara telah ia tempuh,
namun rezeki masih tetap sulit ia cari.
Kata orang, rezeki itu bisa datang sendiri, apalagi
kalau sudah menikah. Buktinya, sudah 3 tahun ia
menikah dan dikarunia dua orang anak, ia masih tetap
hidup luntang-lantung tak menentu.
Benar, keluarganya tidak pernah kelaparan sebab tidak
ada makanan. Namun kalau terus-terusan hidup kepepet
dan tidak punya pekerjaan, rasanya tidak ada
kebanggaan diri.
Ia pun datang kepada Kyai Ahmad untuk minta sumbang
saran. Kalau boleh sekaligus minta do'a dan pekerjaan
darinya. Terus terang, ia sendiri kagum dengan sosok
Kyai Ahmad yang amat bersahaja. Tidak banyak yang ia
kerjakan, namun dengan anak 9 orang, sepertinya
mustahil bila ia tidak pusing memikirkan nafkah
keluarga. Tapi nyatanya, sampai sekarang Kyai Ahmad
tetap sumringah di mata Fadlan. Tidak pernah ia lihat
Kyai Ahmad bermuka muram seperti dirinya. Makanya hari
itu, Fadlan datang untuk meminta nasehat kyai
tersebut.

"Hidup ini adalah adegan. Kita hanya wayang, sementara
dalangnya adalah Gusti Allah! Jadi, manusia itu hidup
karena disuruh 'manggung' oleh Dalangnya!" Kyai Ahmad
membuka penjelasan dengan sebuah ilustrasi ringan.
"Gak mungkin… kalau wayang itu manggung sendiri.
Pasti, ia dimainkan oleh Dalang. Sementara selama di
panggung, pasti Dalang akan memperhatikan nasib wayang
itu! Begitu juga manusia… gak mungkin dia hidup di
dunia, tanpa diperhatikan segala kebutuhannya oleh
Gusti Allah! Sudah paham belum kamu, Fadhlan?!" Kyai
Ahmad mengakhiri penjelasannya dengan sebuah
pertanyaan.
"Tapi pak kyai…, kalau Gusti Allah benar menjamin
hidup hamba-Nya… kenapa hidup saya seperti sia-sia
begini ya… nyari nafkah saja kok susah!" Fadlan
menyampaikan keluhnya.

"Oh… itu karena kamu belum datang kepada Gusti Allah.
Kalau kamu datang kepada Gusti Allah, hidupmu gak
bakal sia-sia!" Kyai Ahmad menambahkan.
Fadhlan belum mengerti betul apa maksud sebenarnya
dari kata 'datang kepada Allah', ia pun menanyakan
gambaran kongkrit tentang hal itu kepada Kyai Ahmad.
Dengan santai Kyai Ahmad menjelaskan, "Fadlan...,
semua masalah di dunia ini bakal selesai asal kita
datang kepada Allah. Banyak di dunia ini orang yang
bermasalah, punya hutang segunung, rezeki sulit,
ditimpa berbagai macam penyakit, kemiskinan, kelaparan
dan lain-lain... Itu disebabkan karena mereka tidak
datang kepada Allah. Kalau saja mereka datang kepada
Allah, maka segala masalah mereka terselesaikan!"
"Apakah hanya sesederhana itu, pak Kyai?" Fadlan
bertanya dengan nada penasaran. "Ya, hanya sesederhana
itu!" Pak kyai menegaskan.

Pak Kyai bercerita, "Pernah terjadi di Rusia di sebuah
negeri yang terkenal atheis, seorang pria pergi ke
tukang cukur. Saat rambutnya dicukur, ia terserang
kantuk. Kepalanya mulai mengangguk-angguk karena
kantuk. Tukang cukur merasa kesal, namun untuk
membangunkan pelanggannya, si tukang cukur mulai
bicara:
'Pak, apakah bapak termasuk orang yang percaya tentang
adanya Tuhan?' Pelanggan menjawab, 'Ya, saya percaya
adanya Tuhan!' Agar pembicaraan tak terhenti, si
tukang cukur menimpali, 'Saya termasuk orang yang
tidak percaya kepada Tuhan!' 'Apa alasanmu?' pelanggan
melempar tanya.

'Kalau benar di dunia ini ada Tuhan, dan sifat-Nya
adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menurut saya
tidak mungkin di dunia ada orang yang punya banyak
masalah, terlilit hutang, terserang penyakit,
kelaparan, kemiskinan dan lain-lain. Ini khan bukti
sederhana bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan!' tukang
cukur berbicara dengan cukup lantang.
Si pelanggan terdiam. Dalam hati, ia berpikir keras
mencari jawaban. Namun sayang, sampai cukuran selesai
pun ia tetap tidak menemukan jawaban. Maka pembicaraan
pun terhenti. Sementara si tukang cukur tersenyum
sinis, seolah ia telah memenangkan perdebatan.
Akhirnya, saat cukuran itu selesai, si pelanggan
bangkit dari kursi dan ia berikan ongkos yang cukup
atas jasa cukuran. Tak lupa, ia berterima kasih dan
pamit untuk meninggalkan tempat. Namun dalam
langkahnya, ia masih tetap mencari jawaban atas
perdebatan kecil yang baru ia jalani.
Saat berdiri di depan pintu barber shop, ia tarik
tungkai pintu kemudian hendak melangkahkan kakinya
keluar.... saat itu Allah Swt mengirimkan jawaban
padanya.

Matanya tertumbuk pada seorang pria gila yang berparas
awur-awuran. Rambut panjang tak terurus, janggut lebat
berantakan.
Demi melihat hal sedemikian, pintu barber shop yang
tadi telah ia buka maka ditutup kembali. Ia pun datang
lagi kepada tukang cukur dan berkata, 'Pak, menurut
saya yang tidak ada di dunia ini adalah TUKANG CUKUR!'
Merasa aneh dengan pernyataan itu, tukang cukur balik
bertanya, 'Bagaimana bisa Anda berkata demikian.
Padahal baru saja rambut Anda saya pangkas!'
'Begini pak, di jalan saya dapati ada orang yang
kurang waras. Rambutnya panjang tak terurus,
janggutnya pun lebat berantakan. Kalau benar di dunia
ini ada tukang cukur, rasanya tidak mungkin ada pria
yang berperawakan seperti itu!' si pelanggan
menyampaikan penjelasannya.

Tukang cukur tersenyum, sejenak kemudian dengan enteng
ia berkata, 'Pak... bukan Tukang Cukur yang tidak ada
di dunia ini. Masalah sebenarnya adalah pria gila yang
Anda ceritakan tidak mau hadir dan datang ke sini, ke
tempat saya... Andai dia datang, maka rambut dan
janggutnya akan saya rapihkan sehingga ia tidak
berperawakan sedemikian!'
Tiba-tiba si pelanggan meledakkan suara,
'Naaaahhhh.... itu dia jawabannya. Rupanya Anda juga
telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang Anda
lontarkan!' 'Apa maksudmu?' si tukang cukur tidak
mengerti dengan pernyataan pelanggannya.
'Anda khan bilang bahwa di dunia ini banyak manusia
yang punya masalah. Kalau saja mereka datang kepada
Tuhan, pastilah masalah mereka akan terselesaikan.
Persis sama kejadiannya bila pria gila tadi datang
kemari dan mencukurkan rambutnya kepada Anda!'"
Kyai Ahmad mengakhiri kisah yang ia sampaikan.

Terlihat Fadlan menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi..., kamu hanya tinggal memohon saja apa yang
kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti Allah bakal
berikan apa yang kamu pinta!" Kyai Ahmad berkata
memberi garansi.
Fadlan sudah mulai yakin, tapi ia masih mengejar
dengan satu pertanyaan, "Pak Kyai, saya sudah niat
untuk datang dan semakin mengakrabkan diri kepada
Allah. Tapi bagaimana caranya ya pak Kyai agar saya
bisa memohon nafkah yang cukup kepada Allah?"
Kemudian Pak Kyai membacakan ayat dalam Al Qur'an:
"Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau
masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang
hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati
dari yang hidup, dan Engkau beri rezeki siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)". QS. 3 : 26-27

"Bacalah ayat itu sesering mungkin dan perbanyak doa
memohon nafkah serta rezeki yang halal dari Allah Swt.
Yakinlah bahwa Allah Swt akan senantiasa menjamin
penghidupanmu dan keluarga!" Kyai Ahmad mengakhiri
pembicaraan dengan memberi pesan.
Usai pembicaraan dengan Kyai Ahmad, Fadlan merasa
yakin bila dirinya hendak mencari nafkah, maka cara
termudah yang dapat ia kerjakan hanyalah dengan
'Datang dan Memohon kepada Pemilik Nafkah!'
Fadlan telah meyakini hal ini. Bagaimana dengan Anda?

Bobby Herwibowo - 08158300456
Dewan Pengawas Syariah - Dompet Dhuafa Republika

Friday, September 08, 2006

First heart beat...

Yesterday, me and my lovely wife Astri (cieeeh...) went to our obs/gyn dr. Wahyu at Bunda Hospital. We were lucky because we were No.3 on the queue list (when we arrived at the hospital later on, the list had already gone up to 20), it's all because I've already registered ourselves since 2:40 PM although the registration opens at 3:00 PM. Alhamdulillah.

Around 5:30 PM finally we can go inside and met our doctor and for the first time we can hear our baby's heart beat.. Wow what a fast heart beat that I've ever heard and you know what... it's getting closer for us to have a baby.. How marvelous is that. There is no USG this time what a pity because I want to see my baby... hiks... but the doctor told us to have a 4D USG at YPK on September 30.

Hopefully we can find out our baby's sex at that time, though it doesn't really matter for me whether it's going to be a boy or a girl as long as the baby is healthy and have no problem at all. Insya Allah.

Wednesday, September 06, 2006

Brasil 2 - Wales 0

Semalam eh tepatnya tadi pagi dinihari diniatin buat nonton Brasil - Wales... untung Lativi nyiarin pertandingan ini... terima kasih Lativi... setelah sebelumnya jingkrak-jingkrak kesenangan karena Brasil melumat Argentina 3:0, padahal pelatih baru Argentina sempet sombong tuh bilangnya mau ngalahin Brasil 4:0... HAHAHA... mana bisa.. syukurin.. Brasil O melhor todo mundo.

Semalam Brasil juga berhasil ngalahin Wales 2:0, walaupun gue banyak yang gak tau pemain-pemain baru yang di panggil sama si Dunga untungnya Ronaldihno sama Kaka dimainin. Menurut gue sih masih lebih asik nonton pertandingan sebelumnya yang lawan Argentina soalnya masalah harga diri dan gengsi jadi mainnya lebih ngotot sih. Tapi paling gak pendapat orang-orang yang bilang kalau Brasil itu banyak banget pemain berbakatnya jadi setiap kali piala dunia bisa ngirim 3 tim sekaligus dengan kulaitas yang sama ada benarnya karena tim yang dipilih Dunga kebanyakan jarang yang terkenal karena bermain di liga kelas duanya eropa kaya Liga Rusia sama Ukraina atau Liga Brasil.

Sempet bosen juga sih nontonnya soalnya terasa kurang seru dibanding sebelumnya apalagi ini friendly match jadi gak terlalu ngotot mainnya.

Hmm btw malam ini kan ada lagi pertandingan kualifikasi piala eropa 2008.. nonton aah..

Monday, September 04, 2006

Tuhan Sembilan Senti

Gue tidak merokok dan gue gak bisa menemukan satu manfaat pun dari rokok ataupun merokok, kecuali mungkin ada yang beralasan rokok dan pabrik rokok memberikan kehidupan bagi karyawannya, daerah sekitar dan petani tembakau.
Tetapi tetap saja itu semua dilakukan untuk suatu kegiatan sia-sia dan tidak bermanfaat malah sudah terbukti semua kerugiannya.
Kalau alasan di atas yang dipergunakan, seharusnya ganja, pohon koka juga diperbolehkan di tanam dan di jual saja di Indonesia, toh kita semua juga tahu kalau mereka itu tidak bermanfaat dan merusak, tetapi menghasilkan uang yag banyak.
Yang juga tidak habis pikir adalah kenapa di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan katanya Islam menentang perbuatan yang sia-sia, malah mereka yang menjadi pendukung utama? bukankah tidak afdol kalau setiap kendurian, pengajian, peringatan kematian deelel tanpa adanya rokok.
Bahkan ulama dan sebagainya juga banyak yang suka merokok kan? Jadi dimana kesatuan antara yang diajarkan dan yang diamalkan?

Di bawah ini ada puisi dari kak Taufiq Ismail (mohon ijinnya untuk di pasang disini, kak) tentang Tuhan Sembilan Senti tersebut, sangat bagus, sangat mengena...

Tuhan Sembilan Senti
Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang
yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan
nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun
asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya, pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya, putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan
AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar
perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan
kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia
mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di
negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada
tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Friday, September 01, 2006

Busway (Transjakarta)

Siapa tau pak Sutiyoso mau denger.. (eh baca)

Kenapa busway itu gak pake bus tingkat aja?
Soalnya denger2... beberapa koridor baru itu bakal pake bus gandeng...
Hari gini di Jakarta pake bus gandeng??? gak efisien tempat kan...
Kenapa gak pake bus tingkat? lebih efisien kan?
gak ngabisin tempat tapi tetep bisa angkut lebih banyak penumpang...
Dan lebih banyak tempat juga buat di pasang iklan...

Jadi kenapa gak pake bus tingkat???

New Beginning

Hi.. Hi...
Akhirnya setelah hingar bingar blog ada dimana2.. baru tergerak buat bikin satu... :)
Siapa tau ada yang bisa dibagi di sini...

Salam...